Sabtu, 25 Juni 2011

Musik Yang Indah Dengan Kelakuan Yang Bodoh

            Hari Sabtu tanggal 25 Juni 2011, saya dan saudara saya berniat untuk pergi ke Pekan Raya Jakarta yang kebetulan dekat dari rumah kami. Kami pergi kesana tepatnya pada pukul 8 malam. Karena saya harus menunggu saudara saya pulang kerja di daerah Cileduk terlebih dahulu. Dia baru sampai rumah pada pukul 5 sore. Setelah lama menunggu sana sini, menghabiskan beberapa puntung rokok ditemani dengan teman rumah saya yang sibuk mendengarkan musik sambil facebookan (maklum anak muda), dan akhirnya saya berangkat bersama saudara saya.
            Bermodalkan motor matic, berhelm satu, berpakaian kemeja lengan panjang kuning dengan celana panjang hitam dan sepatu kets hitam menyelaraskan tubuh saya, sedangkan saudara saya berpakaian baju kerah hitam, celana panjang hitam dan sepatu kets putih, dan kami pun siap berangkat menghentakkan musik jazz malam ini di Pekan Raya Jakarta.
            Kelap-kelip gemerlapnya lampu motor, mobil, dan lampu pinggir jalan menghiasi indahnya perjalanan malam itu. Asap knalpot bis yang lalu lalang dan asap rokok lelaki muda dan lelaki tua menghiasi begitu kotor udara di Jakarta malam itu. Kami pun tiba di Pekan Raya Jakarta dengan selamat. Uang parkir 8ribu Rupiah dan uang biaya masuk 25ribu Rupiah, membuat kantong dompet kami menjadi sedikit menipis yang awalnya setebal uang THR.
            Masuk ke dalam Pekan Raya Jakarta dengan riang layaknya bocah 5 tahun yang baru mengenal tempat ramai penuh dengan berbagai bentuk manusia. Sesampainya di dalam kami melihat barang-barang yang di pamerkan oleh produk ternama. Saya berniat berkunjung ke salah satu dealer motor untuk mengetahui beberapa motor baru disana. Di suatu tempat dealer motor kami disuruh mengisi sebuah kuesioner motor. Kebetulan saya selesai terlebih dahulu mengisi kuesioner tersebut dibanding saudara saya. Sembari menunggu saya mengobrol sejenak dengan salah seorang SPG, bertanya ini itu, asal usul dan apalah basa basi. Dia cantik, manis, tetapi sayang dia mungkin tidak suka dengan saya haha.
            Lanjut perjalanan berkeliling mengitari Pekan Raya Jakarta yang penuh sesak, seperti kendaraan yang selalu macet di jalan raya. Seketika perut kami terasa lapar keroncongan dan tenggorokan kering kerontang tak beraturan, kami memutuskan membeli sebuah paket makan dan minum seharga 25ribu (mahal bagi kami, murah bagi kaum borjuis yang terbiasa makanan mahal tapi tidak berbobot).
            Setelah puas melihat sana sini makan seadanya, kami mulai menyelesaikan misi kami dari awal, menghentakan musik jazz bersama grup band ternama Maliq & D’essentials, dan kami merapat ke panggung hiburan. Banyak yang menonton, ada yang sudah berkeluarga, pasangan-pasangan muda, sampai orang yang berpakaian aneh tidak jelas menjadi satu disitu.
            Lama, lama, dan lama menunggu Maliq & D’essentials pun tiba, serentak orang-orang yang pada awalnya duduk jenuh menunggu, seketika langsung padat berdiri menyerobot ingin mendapatkan paling depan panggung. Kami mendapatkan posisi tidak terlalu depan karena saking penuhnya, lumayan yang penting bisa dengerin musiknya dan yang penting euforianya.
            Lima sampai sepuluh lagu didendangkan oleh Maliq & D’essentials dengan musik dan irama yang indah dan menggetarkan hati haha. Penonton yang ramai ikut larut dengan alunan musiknya termasuk kami. Saya agak grogi menyanyi karena  disamping saya ada seorang wanita cantik yang ingin sekali saya merangkulnya, tetapi sangat tidak mungkin bisa-bisa saya kena gampar darinya bukan rangkulan haha.
            Tepat pukul 11 malam acara musik berakhir. Dengan berakhirnya acara musik, kami pun juga pulang. Sepanjang perjalanan menuju parkiran motor, kami tidak memikirkan pintu mana yang harus kita gunakan. Daaaaaaaaamn, benar saja kami salah masuk pintu keluar. Kami keluar dari pintu yang sangat teramat jauh sekali dari parkiran motor. Berputar bolak balik semua parkiran ditelusuri tidak ada parkiran yang kami singgahi saat masuk. Terus, terus, dan terus kami telusuri PRJ, 1 jam lebih dari haus, lelah, kebelet buang air besar dan emosi ada didalam pikiran kami. “Bodoh! Bodoh! Bodoh!” saya pun berteriak kata itu setiap kali perjalanan menuju parkiran. Titik terang pun tiba, seketika kami mulai ingat dimana kami memarkirkan motor. Tralala, akhirnya parkirannya ketemu, saya menendang ban mobil, dan saudara saya menendang pagar besi tipis untuk meluapkan kekesalan bercampur senang akibat kelakuan bodoh yang merusak suasana.
            Kami pun cepat-cepat langsung pulang sambil berteriak kesal. Dan kami sampai di rumah dengan selamat tanpa ada yang kurang. Aaaaaarrrrggggghh, Cukup! Cukup! Cukup! Bodoh! Bodoh! Bodoh!